Kepada masyarakat umumdimunculkan awan ‘Petruk’. Petruk merupakan salah satu tokoh wayang dalam kelompok punakawan [pengasuh] para ksatria. Ia dikenal jujur dan terbuka. Karena itu, ia seringmenjadi ‘juru bicara’ para ksatria yang diasuhnya. Jika di atas gunung Merapi sudahmuncul awan Petruk maka letusan sudah dekat.Masyarakat gunung Merapi juga percaya bahwa ‘wedus gembel’, lahar panas dan lahar dingin itu ada yang ‘membawa’ melalui jalan-jalan tertentu. Jika menyimpang dari jalan- jalan yang sudah tertentu itu berarti penguasa gunung Merapi sedang memerlukantambahan ‘pasukan’. Tambahan pasukan ini diambil dari satu atau beberapa penduduk gunung Merapi. Karena itu, mereka yang menjadi korban letusan dipahami sebagai‘ dikersakaké ’ Baureksa Merapi, sebuah kehormatan.Peran raja Mataram dalam peristiwa letusan gunung Merapi juga tidak kecil. Jika NgersaDalem berkenan, dengan melewati sungai-sungai yang sering dilalui lahar gunungMerapi maka lahar tidak akan mengalir ke sebelah hilir dari tempat yang dilewati Sultantersebut. Sebagai contoh, pada tahun 1968, Sultan hamengku Buwono IX melintas disungai Boyong. Dampaknya, lahar dingin tidak mengalir sepanjang sungai itu yang dikota Yogyakarta disebut kali Code.Hubungan antara masyarakat dan gunung Merapi juga terasa inten. Masyarakat danMerapi sudah menyatu. Ketika lingkungan dirusak, gunung Merapi ‘marah’. Tetapikemarahan tersebut tidak selama-lamanya. Setelah reda, bumi menjadi semakin subur.Masyarakat banyak ‘diberi’ rejeki, pasir dan tettumbuhan hijau subur.Karena itu, pemikiran untuk merelokasi masyarakat gunung Merapi tidak mudah. Apalagi jika relokasi itu bersifat ‘bedol desa’-memindahkan seluruh warga beserta perangkatnyake tempat lain. Relokasi hanya dapat dilakukan secara parsial dan hanya ‘pindah’ lokasidi sekitarnya tempat tinggalnya saja. Misal, masih dalam satu desa.Inilah sejumlah mitos yang hingga saat ini masih beredar kuat di sebagian masyarakatsekitar gunung Merapi. Karena itu, penangan pengungsi letusan gunung Merapi sekarangini tidak cukup hanya dengan pendekatan teknis-logis. Pendekatan kebudayaan sangatdiperlukan. Semoga!
Sabtu, 05 Januari 2013
mitos merapi
Kepada masyarakat umumdimunculkan awan ‘Petruk’. Petruk merupakan salah satu tokoh wayang dalam kelompok punakawan [pengasuh] para ksatria. Ia dikenal jujur dan terbuka. Karena itu, ia seringmenjadi ‘juru bicara’ para ksatria yang diasuhnya. Jika di atas gunung Merapi sudahmuncul awan Petruk maka letusan sudah dekat.Masyarakat gunung Merapi juga percaya bahwa ‘wedus gembel’, lahar panas dan lahar dingin itu ada yang ‘membawa’ melalui jalan-jalan tertentu. Jika menyimpang dari jalan- jalan yang sudah tertentu itu berarti penguasa gunung Merapi sedang memerlukantambahan ‘pasukan’. Tambahan pasukan ini diambil dari satu atau beberapa penduduk gunung Merapi. Karena itu, mereka yang menjadi korban letusan dipahami sebagai‘ dikersakaké ’ Baureksa Merapi, sebuah kehormatan.Peran raja Mataram dalam peristiwa letusan gunung Merapi juga tidak kecil. Jika NgersaDalem berkenan, dengan melewati sungai-sungai yang sering dilalui lahar gunungMerapi maka lahar tidak akan mengalir ke sebelah hilir dari tempat yang dilewati Sultantersebut. Sebagai contoh, pada tahun 1968, Sultan hamengku Buwono IX melintas disungai Boyong. Dampaknya, lahar dingin tidak mengalir sepanjang sungai itu yang dikota Yogyakarta disebut kali Code.Hubungan antara masyarakat dan gunung Merapi juga terasa inten. Masyarakat danMerapi sudah menyatu. Ketika lingkungan dirusak, gunung Merapi ‘marah’. Tetapikemarahan tersebut tidak selama-lamanya. Setelah reda, bumi menjadi semakin subur.Masyarakat banyak ‘diberi’ rejeki, pasir dan tettumbuhan hijau subur.Karena itu, pemikiran untuk merelokasi masyarakat gunung Merapi tidak mudah. Apalagi jika relokasi itu bersifat ‘bedol desa’-memindahkan seluruh warga beserta perangkatnyake tempat lain. Relokasi hanya dapat dilakukan secara parsial dan hanya ‘pindah’ lokasidi sekitarnya tempat tinggalnya saja. Misal, masih dalam satu desa.Inilah sejumlah mitos yang hingga saat ini masih beredar kuat di sebagian masyarakatsekitar gunung Merapi. Karena itu, penangan pengungsi letusan gunung Merapi sekarangini tidak cukup hanya dengan pendekatan teknis-logis. Pendekatan kebudayaan sangatdiperlukan. Semoga!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar